Hidayatullah.com--Allah SWT berfirman: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Al-Hadid: 20) Dalam waktu tidak lama lagi ruang publik kita akan disuguhi tontonan akbar seputar perhelatan sepak bola sejagat yang akan meramaikan dan menghiasi layar kaca dirumah kita, dan bisa dipastikan sebagian dari kita baik sadar atau tidak sadar akan ikut larut dalam ruang imaginasi yang melalaikan.
Piala Dunia 2010 yang sedianya dilaksanakan di Afrika Selatan saat ini memang belum dimulai, namun aroma atmosfernya sudah terasa menyengat diseluruh dunia tak terkecuali di negeri yang mayoritas muslim ini. Para gibol (baca : penggila bola) mungkin saat ini tengah melakukan persiapan atau tepatnya ritual untuk menyambut tamu agung bernama piala dunia ini. Industri media cetak dan elektronik negeri ini pun tak kalah sengit untuk ikut larut dan berpesta pora dalam balutan epistimologi kapitalisme meraup materi sebesar-besarnya menjelang piala dunia ini.
Paras manis sepakbola memang begitu memikat para penikmat dan maniak bola. Betapa tidak, sepakbola saat ini bukan hanya sebagai olahraga tapi sudah menjadi agama baru buat mereka para pemain kesayangan mereka pun bak menjadi nabi seketika, seolah alam tidak sadar mereka berteriak memekak telinga “not only as sport but also as religion.” Jelas tidak heran kalau kemudian seorang Johan Cruijjf legendaris sepakbola asal Belanda menyebutkan, “Mereka yang tidak mengerti sepakbola adalah mereka tanpa hati nurani.” Fakta tersebut memang tidak mungkin diulas disini, tapi penulis ingin mengatakan bahwa saat ini sepakbola sekarang sudah bergeser menjadi agama baru bagi para penganutnya.
Dalam Protokol Zionis Versi Rothchild menyebutkan, “Konspirasi akan membakar semangat rakyat hingga ke tingkat histeria. Saat itu rakyat akan menghancurkan apa saja yang kita mau, termasuk hukum dan agama. Kita, bahkan akan mudah menghapus nama Tuhan dan susila dari kehidupan”
Sepakbola, Piala Dunia dan Sistem Dajjal
Ahmad Thomson dalam bukunya “Sistem Dajjal” menyebutkan bahwa Dajjal akan muncul sebagai individu, sebagai gejala sosial budaya global dan sebagai kekuatan gaib yang tidak tampak. Dan saat ini yang baru muncul adalah fenomena yang terkait dengan tatanan sosial, budaya, politik, pendidikan, ekonomi, hukum dan moralitas yang mengalami kekacauan (chaos) akibat dari kekuatan atau ideologi yang tidak nampak tadi. Sedangkan Dajjal sebagai individu menurut Thomson memang saat ini belum nampak.
Namun yang harus digaris bawahi adalah bahwa dalam sistem Dajjal ini nilai-nilai yang ditawarkannya adalah seperangkat nilai yang paradoks dengan iman dan tauhid, semuanya berbasis syahwat, materi serta berusaha menggiring manusia kepada kekufuran, karena memang worldview dari sistem Dajjal ini adalah kekufuran sejati.
Lalu bagaimana relevansinya gerakan Dajjalisme ini dengan fenomena sepakbola diatas atau katakanlah dengan piala dunia yang sebentar lagi akan membuat gegap gempita setiap sudut bumi dari timur dan barat selatan maupun utara. Sejenak mari kita review kembali ingatan kita akan fenomena kerusakan moral dan sosial akibat gerakan Dajjalisme di lapangan hijau ini baik di tingkat dunia maupun lokal.
Mungkin masih hangat dalam ingatan kita bagaimana fatwa mufti Al-Azhar yang mengharamkan fanatik sepakbola terhadap para supporter mesir ternyata tidak mendapat tanggapan, yang terjadi malah sebaliknya para supporter fanatikus sepakbola dari negeri pyramida itu justru terlibat kerusuhan dengan sesama supporter al-jazair setelah pertandingan prakualifikasi piala dunia yang dimenangkan aljazair November 2009 lalu, ironis sepakbola rupanya lebih legit ketimbang fatwa sang mufti.
Kerusuhan antar supporter akibat fanatik sepakbola bukan hal yang aneh lagi dalam ingatan kita, Tragedi Heysel, Belgia, pada Piala Champions Eropa tahun 1985 memakan korban nan memilukan, disusul empat tahun kemudian meletus tragedi Hillsborough dikota Sheffield pendukung fanatik Liverpool meregang nyawa sia-sia lagi-lagi karena tumbal sepakbola. Kemudian mari kita tengok bumi pertiwi kita ini, fenomena kerusuhan Jakmania, The Viking, Bobotoh atau Bonek, Aremania, Hooligan Mania, ikut mewarnai kerusakan moral dan sosial akibat “agama baru” bernama sepakbola ini.
Kemudian mari kita jalan-jalan sejenak ke negara Jerman sana, ummat muslim Jerman menjadi saksi atas pelecehan terhadap Islam dan Rasulullah yang dilakukan oleh supporter klub Schalke lewat yel-yel lagu klub mereka, dimana dalam lagu tersebut tersembul bait yang menyebutkan “Muhammad adalah seorang Nabi yang tidak memahami sepakbola, Namun dari semua warna yang ada Nabi memilih warna kebesaran Schalke, biru dan putih,” jelas hal tersebut merupakan penghinaan dan membuat muslim jerman marah..lagi-lagi logika sepak bola sudah menjadi “agama baru” bukan hanya sekedar olahraga bagi para fanatikusnya. Dalam piala dunia nanti entah mana lagi yang akan dijadikan tumbal fanatisme dan logika “agama baru” tersebut dan kita pun dipaksa untuk “mengimaninya”
Euforia Piala Dunia dan nasib Ummat
Agaknya sentilan penuh canda yang cukup menohok dari seorang ustadz, beliau mengatakan bahwa saat piala dunia tengah berlangsung maka dapat dipastikan sebagian umat Islam akan rajin “qiyamulail” setiap malam, kiblatnya adalah televisi dan wiridnya adalah teriakan “Goaalllll…!!! Goaaallll..! atau mungkin wirid lain yang membuatnya lebih khusyu sampai matahari pagi tersenyum kepadanya.
Namun di saat yang sama di belahan bumi Islam disana, Palestina, Iraq, Afghanistan, Patani Thailand dan lainnya tengah berkecamuk mempertahankan akidah dan berlomba-lomba menjemput syahid fi sabilillah demi membeli syurganya Allah dengan tetesan darahnya. Dan kepada mereka yang berjuang melawan kebiadaban tentara Zionis, setiap hari harus berhadapan dengan mortir mematikan yang siap menyalak setiap saat mengantarkan menuju syahid.
Sementara kita, di sini, di tempat yang nyaman ini, masih terlena dalam buaian Dajjalisme berselimut euphoria semu. Masihkan kita terlena sambik berteriak goaaaalllllll…! [www.hidayatullah.com]
Piala Dunia 2010 yang sedianya dilaksanakan di Afrika Selatan saat ini memang belum dimulai, namun aroma atmosfernya sudah terasa menyengat diseluruh dunia tak terkecuali di negeri yang mayoritas muslim ini. Para gibol (baca : penggila bola) mungkin saat ini tengah melakukan persiapan atau tepatnya ritual untuk menyambut tamu agung bernama piala dunia ini. Industri media cetak dan elektronik negeri ini pun tak kalah sengit untuk ikut larut dan berpesta pora dalam balutan epistimologi kapitalisme meraup materi sebesar-besarnya menjelang piala dunia ini.
Paras manis sepakbola memang begitu memikat para penikmat dan maniak bola. Betapa tidak, sepakbola saat ini bukan hanya sebagai olahraga tapi sudah menjadi agama baru buat mereka para pemain kesayangan mereka pun bak menjadi nabi seketika, seolah alam tidak sadar mereka berteriak memekak telinga “not only as sport but also as religion.” Jelas tidak heran kalau kemudian seorang Johan Cruijjf legendaris sepakbola asal Belanda menyebutkan, “Mereka yang tidak mengerti sepakbola adalah mereka tanpa hati nurani.” Fakta tersebut memang tidak mungkin diulas disini, tapi penulis ingin mengatakan bahwa saat ini sepakbola sekarang sudah bergeser menjadi agama baru bagi para penganutnya.
Dalam Protokol Zionis Versi Rothchild menyebutkan, “Konspirasi akan membakar semangat rakyat hingga ke tingkat histeria. Saat itu rakyat akan menghancurkan apa saja yang kita mau, termasuk hukum dan agama. Kita, bahkan akan mudah menghapus nama Tuhan dan susila dari kehidupan”
Sepakbola, Piala Dunia dan Sistem Dajjal
Ahmad Thomson dalam bukunya “Sistem Dajjal” menyebutkan bahwa Dajjal akan muncul sebagai individu, sebagai gejala sosial budaya global dan sebagai kekuatan gaib yang tidak tampak. Dan saat ini yang baru muncul adalah fenomena yang terkait dengan tatanan sosial, budaya, politik, pendidikan, ekonomi, hukum dan moralitas yang mengalami kekacauan (chaos) akibat dari kekuatan atau ideologi yang tidak nampak tadi. Sedangkan Dajjal sebagai individu menurut Thomson memang saat ini belum nampak.
Namun yang harus digaris bawahi adalah bahwa dalam sistem Dajjal ini nilai-nilai yang ditawarkannya adalah seperangkat nilai yang paradoks dengan iman dan tauhid, semuanya berbasis syahwat, materi serta berusaha menggiring manusia kepada kekufuran, karena memang worldview dari sistem Dajjal ini adalah kekufuran sejati.
Lalu bagaimana relevansinya gerakan Dajjalisme ini dengan fenomena sepakbola diatas atau katakanlah dengan piala dunia yang sebentar lagi akan membuat gegap gempita setiap sudut bumi dari timur dan barat selatan maupun utara. Sejenak mari kita review kembali ingatan kita akan fenomena kerusakan moral dan sosial akibat gerakan Dajjalisme di lapangan hijau ini baik di tingkat dunia maupun lokal.
Mungkin masih hangat dalam ingatan kita bagaimana fatwa mufti Al-Azhar yang mengharamkan fanatik sepakbola terhadap para supporter mesir ternyata tidak mendapat tanggapan, yang terjadi malah sebaliknya para supporter fanatikus sepakbola dari negeri pyramida itu justru terlibat kerusuhan dengan sesama supporter al-jazair setelah pertandingan prakualifikasi piala dunia yang dimenangkan aljazair November 2009 lalu, ironis sepakbola rupanya lebih legit ketimbang fatwa sang mufti.
Kerusuhan antar supporter akibat fanatik sepakbola bukan hal yang aneh lagi dalam ingatan kita, Tragedi Heysel, Belgia, pada Piala Champions Eropa tahun 1985 memakan korban nan memilukan, disusul empat tahun kemudian meletus tragedi Hillsborough dikota Sheffield pendukung fanatik Liverpool meregang nyawa sia-sia lagi-lagi karena tumbal sepakbola. Kemudian mari kita tengok bumi pertiwi kita ini, fenomena kerusuhan Jakmania, The Viking, Bobotoh atau Bonek, Aremania, Hooligan Mania, ikut mewarnai kerusakan moral dan sosial akibat “agama baru” bernama sepakbola ini.
Kemudian mari kita jalan-jalan sejenak ke negara Jerman sana, ummat muslim Jerman menjadi saksi atas pelecehan terhadap Islam dan Rasulullah yang dilakukan oleh supporter klub Schalke lewat yel-yel lagu klub mereka, dimana dalam lagu tersebut tersembul bait yang menyebutkan “Muhammad adalah seorang Nabi yang tidak memahami sepakbola, Namun dari semua warna yang ada Nabi memilih warna kebesaran Schalke, biru dan putih,” jelas hal tersebut merupakan penghinaan dan membuat muslim jerman marah..lagi-lagi logika sepak bola sudah menjadi “agama baru” bukan hanya sekedar olahraga bagi para fanatikusnya. Dalam piala dunia nanti entah mana lagi yang akan dijadikan tumbal fanatisme dan logika “agama baru” tersebut dan kita pun dipaksa untuk “mengimaninya”
Euforia Piala Dunia dan nasib Ummat
Agaknya sentilan penuh canda yang cukup menohok dari seorang ustadz, beliau mengatakan bahwa saat piala dunia tengah berlangsung maka dapat dipastikan sebagian umat Islam akan rajin “qiyamulail” setiap malam, kiblatnya adalah televisi dan wiridnya adalah teriakan “Goaalllll…!!! Goaaallll..! atau mungkin wirid lain yang membuatnya lebih khusyu sampai matahari pagi tersenyum kepadanya.
Namun di saat yang sama di belahan bumi Islam disana, Palestina, Iraq, Afghanistan, Patani Thailand dan lainnya tengah berkecamuk mempertahankan akidah dan berlomba-lomba menjemput syahid fi sabilillah demi membeli syurganya Allah dengan tetesan darahnya. Dan kepada mereka yang berjuang melawan kebiadaban tentara Zionis, setiap hari harus berhadapan dengan mortir mematikan yang siap menyalak setiap saat mengantarkan menuju syahid.
Sementara kita, di sini, di tempat yang nyaman ini, masih terlena dalam buaian Dajjalisme berselimut euphoria semu. Masihkan kita terlena sambik berteriak goaaaalllllll…! [www.hidayatullah.com]
Posting Komentar